TUGAS KESEHATAN MENTAL
NAMA : SITI
HASANAH
NPM : 1A514355
KELAS : 2PA12
Gangguan
Kepribadian adalah pola-pola perilaku maladaptive yang
sifatnya kronis, dan sepenuhnya tidak merasakan gangguan (Meyer dan Salmon,
1984). Beberapa ciri lain gangguan kepribadian antara lain adalah
kepribadian menjadi tidak fleksibel, tidak wajar atau tidak dewasa dalam
menghadapi stres dalam memecahkan masalah. Mereka umumnya tidak kehilangan
kontak dengan realitas dan tidak menunjukkan kekacauan perilaku yang mencolok
seperti pada penderita narsistik. Penderitaan ini biasanya dialami oleh para
remaja dan dapat berlangsung sepanjang hidup ( Atkinson dkk., 1992).
Narcistik
Personality Disorder
Gangguan kepribadian narsistik adalah gangguan mental di
mana orang memiliki rasa bahwa dirinya sendiri sangat penting dan kebutuhan yang mendalam untuk dikagumi.
Penderita gangguan kepribadian narsistik percaya bahwa mereka superior dari
orang lain dan tidak memikirkan perasaan orang lain. Namun sebenarnya di balik topeng
ultra percaya diri tersebut terdapat harga diri rapuh, rentan terhadap kritik
meskipun hanya sedikit.
Gangguan kepribadian narsistik adalah salah satu dari
beberapa jenis gangguan kepribadian. Gangguan kepribadian adalah kondisi di
mana orang memiliki sifat yang menyebabkan mereka merasa dan berperilaku dengan
cara yang secara sosial kurang bisa diterima, sehingga membatasi kemampuan
mereka untuk berfungsi dalam hubungan (relationship) dan dalam bidang
kehidupan, seperti bekerja atau sekolah.
Gangguan kepribadian narsistik ditandai dengan dramatis,
perilaku emosional, yang dalam kategori yang sama dengan gangguan kepribadian
antisosial dan border-line personality disorder.
CIRI-CIRI
GANGGUAN
Gangguan
kepribadian ini ditandai dengan ciri-ciri berupa perasaan superior bahwa
dirinya adalah paling penting, paling mampu, paling unik, sangat pantas untuk
dikagumi dan disanjung, kurang memiliki empati, angkuh dan selalu merasa bahwa
dirinya layak untuk diperlakukan berbeda dengan orang lain, serta masih banyak
lagi (DSM-IV). Perasaan-perasaan tersebut mendorong mereka untuk mendapatkan
sesuatu yang diinginkan dengan cara apapun juga.
Menurut
DSM-IV (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders – Fourth
Edition) individu dapat dianggap mengalami gangguan kepribadian
narsissistik jika ia sekurang-kurangnya memiliki 5 (lima) dari 9 (sembilan)
ciri kepribadian sebagai berikut:
1.
Merasa Diri Paling Hebat
Jika
seseorang merasa dirinya paling hebat/penting (bedakan dengan orang yang
benar-benar hebat atau penting) maka ia tidak akan malu-malu untuk memamerkan
apa saja yang bisa memperkuat citranya tersebut. Selain itu untuk mendukung
citra atau image yang dibentuknya sendiri, individu rela menggunakan segala
cara. Oleh karena itu ketika orang tersebut berhasil memperoleh gelar (tanpa
mempedulikan bagaimana cara memperolehnya) maka ia tidak akan segan atau
malu-malau untuk memamerkannya kepada orang lain. Bagi mereka hal ini sangat
penting agar orang lain tahu bahwa ia memang orang yang hebat. Tidak
heran cara-cara seperti mengirimkan ucapan selamat atas gelar yang diperoleh
secara instant (dibeli) di koran-koran oleh “diri sendiri” dianggap bukan suatu
hal yang aneh. Merasa diri paling hebat namun seringkali tidak sesuai dengan
potensi atau kompetensi yang dimiliki (has a grandiose sense of
self-important). Ia senang memamerkan apa yang dimiliki termasuk gelar
(prestasi) dan harta benda.
2.
Seringkali memiliki rasa iri pada orang lain atau menganggap bahwa orang lain
iri kepadanya (is often envious of others or believes that others are
envious of him or her).
3.
Fantasi Kesuksesan & Kepintaran
Dipenuhi
dengan fantasi tentang kesuksesan, kekuasaan, kepintaran, kecantikan atau
cinta sejati (is preoccupied with fantasies of unlimited success, power,
briliance, beauty, or ideal love).
Pintar
dan sukses memang adalah impian setiap orang. Meski demikian hanya sedikit
orang yang bisa mewujudkan impian tersebut. Pada individu pembeli gelar
sangatlah mungkin mereka menganggap bahwa kesuksesan yang telah mereka capai
(cth: punya jabatan) belum cukup jika tidak diikuti dengan gelar akademik yang
seringkali dianggap sebagai simbol “kepintaran” seseorang. Sayangnya untuk
mencapai hal ini mereka seringkali tidak memiliki modal dasar yang cukup karena
adanya berbagai keterbatasan seperti tidak punya latarbelakang pendidikan yang
sesuai, tidak memiliki kemampuan intelektual yang bagus atau tidak memiliki
waktu untuk sekolah lagi. Hal ini membuat mereka memilih jalan pintas
dengan cara membeli gelar sehingga terlihat bahwa dirinya telah memiliki
kesuksesan dan kepintaran (kenyataannya hal tersebut hanyalah fantasi karena
gelar seharusnya diimbangi dengan ilmu yang dimiliki).
4.
Sangat Ingin dikagumi (requires excessive admiration).
Pada
umumnya para pembeli gelar adalah para individu yang sangat terobsesi
untuk dikagumi oleh orang lain. Oleh karena itu mereka berusaha sekuat tenaga
untuk mendapatkan “simbol-simbol” yang dianggap menjadi sumber kekaguman,
termasuk gelar akademik. Obsesi untuk memperoleh kekaguman ini sayangnya
seringkali tidak seimbang dengan kapasitas (kompetensi) diri sang individu
tersebut (cth: tidak memenuhi syarat jika harus mengikuti program pendidikan
yang sesungguhnya). Akhirnya dipilihlah jalan pintas demi mendapatkan simbol
kekaguman tersebut.
5.
Kurang empati (lacks of empathy: is unwilling to recognize or identify
with the feelings and needs of others).
Para
pembeli gelar pastilah bukan orang yang memiliki empati, sebab jika mereka memilikinya
maka mereka pasti tahu bagaimana perasaan para pemegang gelar asli yang
memperoleh gelar tersebut dengan penuh perjuangan. Jika mereka memiliki empati
pastilah mereka dapat merasakan betapa sakit hati para pemegang gelar sungguhan
karena kerja keras mereka bertahun-tahun disamakan dengan orang yang hanya
bermodal uang puluhan juta rupiah.
6.
Merasa Layak Memperoleh Keistimewaan (has a sense of entitlement).
Setiap
individu yang mengalami gangguan kepribadian narsissistik merasa bahwa dirinya
berhak untuk mendapatkan keistimewaan. Karena merasa dirinya istimewa maka dia
tidak merasa bahwa untuk memperoleh sesuatu dia harus bersusah payah seperti
orang lain. Oleh karena itu mereka tidak merasa risih atau pun malu jika
membeli gelar karena bagi mereka hal itu merupakan suatu keistimewaan yang
layak mereka dapatkan.
7.
Angkuh dan Sensitif Terhadap Kritik (shows arrogant, haughty behavior or
attitudes).
Pada
umumnya para penyandang gelar palsu sangat marah dan benci pada orang-orang
yang mempertanyakan hal-hal yang menyangkut gelar mereka. Bagi mereka,
orang-orang yang bertanya tentang hal itu dianggap sebagai orang-orang yang iri
atas keberhasilan mereka. Jadi tidaklah mengherankan jika anda bertanya pada
seseorang yang membeli gelar tentang ilmu atau tesis atau desertasinya maka ia
akan balik bertanya bahkan menyerang anda sehingga permasalahan yang ditanyakan
tidak pernah akan terjawab. Bahkan mereka akan menghindari pembicaraan
yang menyangkut hal-hal akademik.
8.
Kepercayaan Diri yang Semu
Jika
dilihat lebih jauh maka rata-rata individu yang mengambil jalan pintas dalam
mendapatkan sesuatu yang diinginkan seringkali disebabkan karena rasa percaya
dirinya yang semu. Di depan orang lain mereka tampak tampil penuh percaya diri
namun ketika dihadapkan pada persoalan yang sesungguhnya mereka justru menarik
diri karena merasa bahwa dirinya tidak memiliki modal dasar yang kuat. Para
individu yang membeli gelar umumnya adalah mereka yang takut bersaing dengan
para mahasiswa biasa. Mereka kurang percaya diri karena merasa bahwa dirinya
tidak mampu, tidak memenuhi persyaratan dan takut gagal. Daripada mengikuti
prosedur resmi dengan risiko kegagalan yang cukup tinggi (hal ini sangat
ditakutkan oleh para individu narsisistik) maka lebih baik memilih jalan pintas
yang sudah pasti hasilnya.
9.
Yakin bahwa dirinya khusus, unik dan dapat dimengerti hanya oleh atau harus
dengan orang atau institusi yang khusus atau memiliki status tinggi.
Secara
sains tidak ditemukan sebab-sebab yang sifatnya mengungkapkan narsistik. tapi
banyak riset yang mengungkapkan bahwa ada faktor tertentu yang menandakan bahwa
seseorang itu memiliki gangguan kepribadian narsistik antara lain:
- merasa dirinya sangat penting dan ingin dikenal oleh orang lain
- merasa diri unik dan istimewa
- Suka dipuji dan jika perlu memuji diri sendiri
- kecanduan difoto atau di shooting
- suka berlama lama di depan cermin
- kebanggan berlebih
- Eksploitatif secara interpersonal (is interpersonally exploitative), yaitu mengambil keuntungan dari orang lain demi kepentingan diri sendiri.
- Perilaku congkak/ sombong.
KRITERIA
KEPRIBADIAN NARSISTIK MENURUT DSM-1V
Sebuah
pola dari khayalan dan perilaku, diantaranya kebutuhan untuk kekaguman, dan
kurangnya empati, seperti yang diindikasikan oleh minimal 5 dari yang dibawah
ini:
1.
Perasaan megah akan kepentingan pribadi
2.
Keasyikan dengan khayalan akan keberhasilan, kekuatan, kecemerlangan, atau
kecantikan yang tidak terbatas.
3.
Kepercayaan bahwa dia itu spesial dan unik.
4.
Kebutuhan akan kekaguman yang berlebihan.
5.
Perasaan akan pemberian judul.
6.
Kecenderungan menjadi meledak-ledak antar individu.
7.
Kekurangan empati.
8.
Sering cemburu terhadap orang lain atau percaya bahwa orang lain itu pun
cemburu terhadapnya.
9.
Menunjukkan keangkuhan, perilaku atau sikap yang sombong.
Menurut
DSM-IV-TR, kelainan kepribadian narsistik mungkin bisa lebih sering diobservasi
pada pria daripada wanita (APA, 2000; Golomb et al., 1995), walaupun tidak
semua studi menunjukan ini. Dibandingkan dengan beberapa kelainan kepribadian
lainnya, ini menjadi relatif jarang dan ditaksir tetap terjaga sekitar 1 persen
dari populasi.
FAKTOR
PENYEBAB
Individu
dengan gangguan kepribadian narsisitik tidak memiliki self-esteem yang
mantap dan mereka rentan untuk menjadi depresi. Masalah-masalah yang biasanya
muncul karena tingkah laku individu yang narsistik misalnya sulit membina
hubungan interpersonal, penolakan dari orang lain, kehilangan sesuatu atau
masalah dalam pekerjaan. Kesulitan lainnya adalah mereka ternyata tidak mampu
mengatasi stress mereka rasakan dengan baik.
Prevalensi
dari gangguan kepribadian narsisitik berkisar antara 2 hingga 16% pada populasi
klinis dan kurang dari 1% pada populasi umumnya. Prevalensi mengalami
peningkatan pada populasi dengan orangtua yang selalu menanamkan ide-ide kepada
anaknya bahwa mereka cantik, berbakat, dan spesial secara berlebihan.
Gangguan
kepribadian narsistik merupakan gangguan yang kronis dan sulit untuk
mendapatkan perawatan. Mereka biasanya tidak dapat menerima kenyataan bahwa
usia mereka sudah lanjut, mereka tetap mengahargai kecantikan, kekuatan, dan
usia muda secara tidak wajar. Oleh karena itu, mereka lebih sulit untuk
melewati krisis pada usia senja ketimbang individu lain pada umumnya.
PENANGANAN
Sedikitnya
ada dua fakta yang bisa menjelaskan kesombongan di dalam diri manusia. Yang pertama,
semua orang tidak suka melihat kesombongan di dalam diri orang lain. Kedua, tidak
ada orang yang bisa menerima dengan ikhlas apabila kesombongannya dikoreksi
orang lain. Adapun proses atau solusi yang dapat kita lakukan:
- Selalu menciptakan perbandingan positif. Artinya,kita melihat orang lain sebagai makhluk yang piunya kelebihan dan mempunyai sesuatu materi yang bisa kita bagikan untuk memperbaiki diri, siapapun orang itu.
- Koreksi langsung. Terkadang kita memunculkan ucapan, perilaku dan sifat-sifat yang mengandung kesombongan dan itu baru kita sadari setelah kita renungkan.
- Menumbuhkan dorongan untuk melaklukan learning (pembelajaran hidup).
- Belajar hidup sederhana. Sederhana disini bukan berati miskin atau berpura-pura miskin. Sederhana adalah moderasi yang proporsional. Sederhannya orang kaya adalah menghindari kefoya-foyaan atau berlebih-lebihan untuk hal-hal yang manfaatnya kecil, sedangkan sederhannya orang yang belum atau tidak kaya adalah menghindari munculnya nafsu untuk mendapatkan kekayaan dengan cara yang menyengsarakan diri. Hal ini agar kita tidak masuk kedalam perangkap hedonisme.
- Belajar memilih ungkapan, penyingkapan dan keputusan yang bersumber dari kerendahan hati (humble). Misalnya: melihat cara orang lain, membaca buku, mengoreksi diri kita dimasa lalu dan lain. Karena hukum paradoks yang bekerja didunia ini menggariskan bahwa ketika kita humble,justru feed back yang muncul adalah sebaliknya, begitu juga tinggi hati (arogant), feed back yang muncul sebaliknya lagi.
TERAPI
a.
Terapi menurut Pendekatan Millon
Ada
sebuah informasi yang berdasar kepada penelitian kecil dalam merawat kelainan
kepribadian sebagaimana adanya informasi dalam bagaimana mereka berkembang.
Ada, meskipun, sebuah kesusastraan kasus klinis yang hidup dan berkembang dalam
terapi-terapi untuk banyak kelainan-kelainan kepribadian. Walaupun garis besar
ide-ide berikut ini adalah untuk bagian besar berdasarkan pada
pengalaman-pengalaman klinis dari beberapa professional kesehatan mental, dan
tidak pada studi-studi tentang yang berisikan pengawasan-pengawasan yang cocok,
petunjuk pengobatan ini adalah semua yang tersedia dalam memperlakukan kelainan
kepribadian. Sebuah perasaan terhadap apa yang terkandung dalam literatur dapat
dipahami dari beberapa ide yang seterusnya ditanamkan oleh Millon (1981) dalam
bukunya yang terkenal secara luas tentang kelainan-kelainan kepribadian (Millon
sebelumnya adalah bagian dari tim DSM-III yang bekerja tentang
kelainan-kelainan kepribadian). Dia menganjurkan bahwa:1. Terapi dengan
kepribadian-kepribadian yang tidak mandiri terfasilitasi oleh fakta bahwa
orang-orang ini mencari orang lain yang lebih kuat ada siapa mereka bergantung.
Oleh karena itu mereka rela dan mau menerima pasien-pasien. Bagaimanapun, ciri
seperti ini dapat membuat mereka terlalu terlalu bergantung pada ahli terapi
dan tidak suka membuat keputusan-keputusan mereka sendiri dan mengambil
tanggung jawab atas diri mereka sendiri. Millon menyarankan bahwa
pendeketan-pendekatan yang bersifat tidak langsung bekerja lebih baik daripada
yang bersifat perilaku karena mereka membantu perkembangan yang mandiri.2.
Kepribadian narsistik tidak tetap dalam terapi untuk waktu yang lama, terlebih
ketika sumber-sumber kegelisahan diperiksa (sebagian besar ahli terapi, tanpa
menghiraukan orientasi teoritis, akan bersedia). Millon mengusulkan terapi
kognitif untuk membantu kepribadian narsistik belajar untuk berpikir ketimbang
untuk bertindak sesuai dorongan hati.Bagaimanapun juga, ini penting untuk
diperhatikan bahwa, seperti orang lain yang menulis tentang tentang itu dan
bekerja dengan kelainan-kelainan kepribadian, Millon sangat berhati-hati
tentang berharap terlalu besar dari terapi ketika jarak dari masalah-masalah
sangat lebar dan mencakup semua.
b.
Teknik Penanganan Terapeutik
Teknik-teknik
pengobatan harus sering dimodifikasi. Contohnya, mengenali bahwa psikoterapi
individu tradisional cenderung untuk mendorong ketergantungan pada orang yang
telah terlalu dependen, ini sering bermanfaat untuk mengembangkan strategi
perawatan secara khusus bertujuan pada perubahan ciri-cirinya. Para pasien dari
Kelompok C yang gelisah/ketakutan, mungkin akan menjadi hipersensitif terhadap
berbagai kritikan yang mungkin mereka rasakan dari ahli terapi, jadi para ahli
terapi harus sangat berhati-hati dalam memastikan itu tidak terjadi. Bagi orang
dengan beberapa kelainan kepribadian, terapi mungkin akan lebih efektif dalam
situasi dimana perilaku tindakan dapat dipaksakan. Contohnya, banyak pasien
dengan kelainan kepribadian di garis batas dirawat inap di rumah sakit beberapa
saat, untuk alasan keamanan, karena perilaku hampir bunuh diri mereka yang
sering. Bagaimanapun, sebagian program berobat ke rumah sakit terus meningkat
dalam penggunaan sebagai sebuah perawatan alternatif menengah dan tidak mahal
bagi pasien (Azim, 2001). Dalam program-program ini, pasien tinggal di rumah
dan menerima paket perawatan dan rehabilitasi yang lebih luas hanya saat
hari-hari kerja. Teknik pengobatan yang spesifik adalah bagian pusat dari
pendekatan teori yang relatif baru pada kelainan kepribadian yang mengasumsikan
bahwa perasaan dan perilaku dysfunctional yang diasosiasikan dengan
kelainan kepribadian adalah hasil yang lebih luas dari skema-skema yang
cenderung memproduksi keputusan yang menyimpang secara konsisten, sebagaimana
kecenderungan untuk membuat teori yang salah (Beck, Freeman, & Associates,
1990; Beck et al., 2003; Cottraux & Blackburn, 2001). Mengubah skema-skema dysfunctionalyang
mendasar ini sulit tetapi berada di inti dari terapi kognitif untuk kelainan
kepribadian, yang menggunakan teknik-teknik kognitif standar dari memantau
pikiran-pikiran otomatis, menantang logika yang cacat, dan menugaskan tugas
yang berhubungan dengan perilaku dalam sebuah usaha untuk menantang kepercayaan
pasien.
c.
Terapi Perilaku-Kognitif (Cognitive Behavioral Therapy)
Treatment
research sangat terbatas, baik dalam hal jumlah studi maupun
laporan tentang kesuksesannya (Groopman dan Cooper, 2001). Bila terapi
dicobakan pada individu-individu ini, terapi itu sering kali difokuskan pada
grandiositas, hipersensivitas terhadap evaluasi orang lain, dan kekurangan
empati terhadap orang lain (Beck dan Freeman, 1990). Terapi kognitif diarahkan
pada usaha mengganti fantasi mereka dengan focus pada pengalaman sehari-hari
yang menyenangkan, yang memang benar-benar dapat dicapai. Strategi coping
seperti latihan relaksasi digunakan untuk membantu mereka mengahadapi dan
menerima kritik. Membantu mereka untuk memfokuskan perasaannya terhadap orang
lain juga menjadi tujuannya. Karena penderita gangguan ini rentan mengalami
episode-episode depresif, terutama pada usia pertengahan, penanganan sering
dimulai untuk mengatasi depresinya. Tetapi, mustahil untuk menarik kesimpulan
tentang dampak penanganan semacam itu pada gangguan kepribadian narsistik yang
sesungguhnya.
d.
Terapi Kelompok (Group Therapy)
Ahli
terapi perilaku, dalam menjaga perhatian mereka pada situasi-situasi daripada
ciri-ciri, tidak mempunyai perawatan khusus sebagaimana untuk kelainan-kelainan
kepribadian lainnya yang yang ditunjukkan oleh DSM-III. Akan lebih baik mereka
menganalisa masalah-masalah yang mana, diambil bersama mungkin dipertimbangkan
oleh para pengikut dari DSM-III untuk menggambarkan sebuah kelainan
kepribadian. Pelatihan keterampilan-keterampilan sosial di dalam sebuah
kelompok dukungan bisa jadi dipertimbangkan sebuah jalan untuk mendorong
kepribadian yang menghindar menjadi lebih berani dalam memulai hubungan atau
koneksi dengan orang lain. Teknik ini, boleh jadi dikombinasikan dengan terapi
rasional-emotif, mungkin membantu mereka untuk tidak menganggap becana besar
ketika usaha-usaha mereka untuk keluar tidak berhasil, sebagaimana ini dibatasi
untuk terjadi (Turkat dan Maisto, 1985). Satu aspek dari kelainan kepribadian
memerintahkan perhatian dari ahli terapi yang berketerampilan manapun.
sebagaimana dari penolong professional lainnya, yaitu, yang dinyatakan melekat
secara mendalam, berdiri lama, dan dapat menembus sifat dasar dari masalah.
Ahli terapi manapun yang bekerjasama dengannya harus betul-betul
mempertimbangkan implikasi-implikasi yang luas dari masalahnya. Sebelum seorang
yang mempunyai kecurigaan yang tinggi dapat mengekspresikan emosinya secara
terbuka dan sewajarnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Fausiah,
F & Widury, J. 2005. Psikologi
Abnormal Klinis Dewasa. Jakarta : Universitas Indonesia.
Riyanti,
B.P.D., Prabowo, H. 1998. Psikologi Umum
2. Jakarta : Universitas Gunadarma.
Nevid,
J.S., Rathus, S.A., & Greene, B. 2003. Psikologi
Abnormal jilid 1. Jakarta : Erlangga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar