Rabu, 16 Maret 2016

Narcistik Personality Disorder



TUGAS KESEHATAN MENTAL
NAMA            :           SITI HASANAH
NPM               :           1A514355
KELAS           :           2PA12
                                                                                                                                                           
Gangguan Kepribadian adalah pola-pola perilaku maladaptive yang sifatnya kronis, dan sepenuhnya tidak merasakan gangguan (Meyer dan Salmon, 1984). Beberapa  ciri lain gangguan kepribadian antara lain adalah kepribadian menjadi tidak fleksibel, tidak wajar atau tidak dewasa dalam menghadapi stres dalam memecahkan masalah. Mereka umumnya tidak kehilangan kontak dengan realitas dan tidak menunjukkan kekacauan perilaku yang mencolok seperti pada penderita narsistik. Penderitaan ini biasanya dialami oleh para remaja dan dapat berlangsung sepanjang hidup ( Atkinson dkk., 1992).

Narcistik Personality Disorder
Gangguan kepribadian narsistik adalah gangguan mental di mana orang memiliki rasa bahwa dirinya sendiri sangat penting  dan kebutuhan yang mendalam untuk dikagumi. Penderita gangguan kepribadian narsistik percaya bahwa mereka superior dari orang lain dan tidak memikirkan perasaan orang lain. Namun sebenarnya di balik topeng ultra percaya diri tersebut terdapat harga diri rapuh, rentan terhadap kritik meskipun hanya sedikit.                    
Gangguan kepribadian narsistik adalah salah satu dari beberapa jenis gangguan kepribadian. Gangguan kepribadian adalah kondisi di mana orang memiliki sifat yang menyebabkan mereka merasa dan berperilaku dengan cara yang secara sosial kurang bisa diterima, sehingga membatasi kemampuan mereka untuk berfungsi dalam hubungan (relationship) dan dalam bidang kehidupan, seperti bekerja atau sekolah.               
Gangguan kepribadian narsistik ditandai dengan dramatis, perilaku emosional, yang dalam kategori yang sama dengan gangguan kepribadian antisosial dan border-line personality disorder.


CIRI-CIRI GANGGUAN
Gangguan kepribadian ini ditandai dengan ciri-ciri berupa perasaan superior bahwa dirinya adalah paling penting, paling mampu, paling unik, sangat pantas untuk dikagumi dan disanjung, kurang memiliki empati, angkuh dan selalu merasa bahwa dirinya layak untuk diperlakukan berbeda dengan orang lain, serta masih banyak lagi (DSM-IV). Perasaan-perasaan tersebut mendorong mereka untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkan dengan cara apapun juga.
Menurut DSM-IV (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders – Fourth Edition) individu dapat dianggap mengalami gangguan kepribadian narsissistik jika ia sekurang-kurangnya memiliki 5 (lima) dari 9 (sembilan) ciri kepribadian sebagai berikut:
1. Merasa Diri Paling Hebat
Jika seseorang merasa dirinya paling hebat/penting (bedakan dengan orang yang benar-benar hebat atau penting) maka ia tidak akan malu-malu untuk memamerkan apa saja yang bisa memperkuat citranya tersebut. Selain itu untuk mendukung citra atau image yang dibentuknya sendiri, individu rela menggunakan segala cara. Oleh karena itu ketika orang tersebut berhasil memperoleh gelar (tanpa mempedulikan bagaimana cara memperolehnya) maka ia tidak akan segan atau malu-malau untuk memamerkannya kepada orang lain. Bagi mereka hal ini sangat penting agar orang lain tahu  bahwa ia memang orang yang hebat. Tidak heran cara-cara seperti mengirimkan ucapan selamat atas gelar yang diperoleh secara instant (dibeli) di koran-koran oleh “diri sendiri” dianggap bukan suatu hal yang aneh. Merasa diri paling hebat namun seringkali tidak sesuai dengan potensi atau kompetensi yang dimiliki (has a grandiose sense of self-important). Ia senang memamerkan apa yang dimiliki termasuk gelar (prestasi) dan harta benda.
2. Seringkali memiliki rasa iri pada orang lain atau menganggap bahwa orang lain iri kepadanya (is often envious of others or believes that others are envious of him or her).
3. Fantasi  Kesuksesan & Kepintaran
Dipenuhi dengan  fantasi tentang kesuksesan, kekuasaan, kepintaran, kecantikan atau cinta sejati (is preoccupied with fantasies of unlimited success, power, briliance, beauty, or ideal love).
Pintar dan sukses memang adalah impian setiap orang. Meski demikian hanya sedikit orang yang bisa mewujudkan impian tersebut. Pada individu pembeli gelar sangatlah mungkin mereka menganggap bahwa kesuksesan yang telah mereka capai (cth: punya jabatan) belum cukup jika tidak diikuti dengan gelar akademik yang seringkali dianggap sebagai simbol “kepintaran” seseorang. Sayangnya untuk mencapai hal ini mereka seringkali tidak memiliki modal dasar yang cukup karena adanya berbagai keterbatasan seperti tidak punya latarbelakang pendidikan yang sesuai, tidak memiliki kemampuan intelektual yang bagus atau tidak memiliki waktu untuk sekolah lagi.  Hal ini membuat mereka memilih jalan pintas dengan cara membeli gelar sehingga terlihat bahwa dirinya telah memiliki kesuksesan dan kepintaran (kenyataannya hal tersebut hanyalah fantasi karena gelar seharusnya diimbangi dengan ilmu yang dimiliki).
4. Sangat Ingin dikagumi (requires excessive admiration).
Pada umumnya para  pembeli gelar adalah para individu yang sangat terobsesi untuk dikagumi oleh orang lain. Oleh karena itu mereka berusaha sekuat tenaga untuk mendapatkan “simbol-simbol” yang dianggap menjadi sumber kekaguman, termasuk  gelar akademik. Obsesi untuk memperoleh kekaguman ini sayangnya seringkali tidak seimbang dengan kapasitas (kompetensi) diri sang individu tersebut (cth: tidak memenuhi syarat jika harus mengikuti program pendidikan yang sesungguhnya). Akhirnya dipilihlah jalan pintas demi mendapatkan simbol kekaguman tersebut.
5. Kurang empati  (lacks of empathy: is unwilling to recognize or identify with the feelings and needs of others).
Para pembeli gelar pastilah bukan orang yang memiliki empati, sebab jika mereka memilikinya maka mereka pasti tahu bagaimana perasaan para pemegang gelar asli yang memperoleh gelar tersebut dengan penuh perjuangan. Jika mereka memiliki empati pastilah mereka dapat merasakan betapa sakit hati para pemegang gelar sungguhan karena kerja keras mereka bertahun-tahun disamakan dengan orang yang hanya bermodal uang puluhan juta rupiah.
6. Merasa Layak Memperoleh Keistimewaan (has a sense of entitlement).
Setiap individu yang mengalami gangguan kepribadian narsissistik merasa bahwa dirinya berhak untuk mendapatkan keistimewaan. Karena merasa dirinya istimewa maka dia tidak merasa bahwa untuk memperoleh sesuatu dia harus bersusah payah seperti orang lain. Oleh karena itu mereka tidak merasa risih atau pun malu jika membeli gelar karena bagi mereka hal itu merupakan suatu keistimewaan yang layak mereka dapatkan.
7. Angkuh dan Sensitif Terhadap Kritik (shows arrogant, haughty behavior or attitudes).
Pada umumnya para penyandang gelar palsu sangat marah dan benci pada orang-orang yang mempertanyakan hal-hal yang menyangkut gelar mereka. Bagi mereka, orang-orang yang bertanya tentang hal itu dianggap sebagai orang-orang yang iri atas keberhasilan mereka. Jadi tidaklah mengherankan jika anda bertanya pada seseorang yang membeli gelar tentang ilmu atau tesis atau desertasinya maka ia akan balik bertanya bahkan menyerang anda sehingga permasalahan yang ditanyakan tidak pernah akan terjawab. Bahkan mereka akan menghindari pembicaraan yang menyangkut hal-hal akademik.
8. Kepercayaan Diri yang Semu
Jika dilihat lebih jauh maka rata-rata individu yang mengambil jalan pintas dalam mendapatkan sesuatu yang diinginkan seringkali disebabkan karena rasa percaya dirinya yang semu. Di depan orang lain mereka tampak tampil penuh percaya diri namun ketika dihadapkan pada persoalan yang sesungguhnya mereka justru menarik diri karena merasa bahwa dirinya tidak memiliki modal dasar yang kuat. Para individu yang membeli gelar umumnya adalah mereka yang takut bersaing dengan para mahasiswa biasa. Mereka kurang percaya diri karena merasa bahwa dirinya tidak mampu, tidak memenuhi persyaratan dan takut gagal. Daripada mengikuti prosedur resmi dengan risiko kegagalan yang cukup tinggi (hal ini sangat ditakutkan oleh para individu narsisistik) maka lebih baik memilih jalan pintas yang sudah pasti hasilnya.
9. Yakin bahwa dirinya khusus, unik dan dapat dimengerti hanya oleh atau harus dengan orang atau institusi yang khusus atau memiliki status tinggi.
Secara sains tidak ditemukan sebab-sebab yang sifatnya mengungkapkan narsistik. tapi banyak riset yang mengungkapkan bahwa ada faktor tertentu yang menandakan bahwa seseorang itu memiliki gangguan kepribadian narsistik antara lain:
  1. merasa dirinya sangat penting dan ingin dikenal oleh orang lain
  2. merasa diri unik dan istimewa
  3. Suka dipuji dan jika perlu memuji diri sendiri
  4. kecanduan difoto atau di shooting
  5. suka berlama lama di depan cermin
  6. kebanggan berlebih
  7. Eksploitatif secara interpersonal (is interpersonally exploitative), yaitu mengambil keuntungan dari orang lain demi kepentingan diri sendiri.
  8. Perilaku congkak/ sombong.

KRITERIA KEPRIBADIAN NARSISTIK MENURUT DSM-1V
Sebuah pola dari khayalan dan perilaku, diantaranya kebutuhan untuk kekaguman, dan kurangnya empati, seperti yang diindikasikan oleh minimal 5 dari yang dibawah ini:
1. Perasaan megah akan kepentingan pribadi
2. Keasyikan dengan khayalan akan keberhasilan, kekuatan, kecemerlangan, atau kecantikan yang tidak terbatas.
3. Kepercayaan bahwa dia itu spesial dan unik.
4. Kebutuhan akan kekaguman yang berlebihan.
5. Perasaan akan pemberian judul.
6. Kecenderungan menjadi meledak-ledak antar individu.
7. Kekurangan empati.
8. Sering cemburu terhadap orang lain atau percaya bahwa orang lain itu pun cemburu terhadapnya.
9. Menunjukkan keangkuhan, perilaku atau sikap yang sombong.
Menurut DSM-IV-TR, kelainan kepribadian narsistik mungkin bisa lebih sering diobservasi pada pria daripada wanita (APA, 2000; Golomb et al., 1995), walaupun tidak semua studi menunjukan ini. Dibandingkan dengan beberapa kelainan kepribadian lainnya, ini menjadi relatif jarang dan ditaksir tetap terjaga sekitar 1 persen dari populasi.

FAKTOR PENYEBAB
Individu dengan gangguan kepribadian narsisitik tidak memiliki self-esteem yang mantap dan mereka rentan untuk menjadi depresi. Masalah-masalah yang biasanya muncul karena tingkah laku individu yang narsistik misalnya sulit membina hubungan interpersonal, penolakan dari orang lain, kehilangan sesuatu atau masalah dalam pekerjaan. Kesulitan lainnya adalah mereka ternyata tidak mampu mengatasi stress mereka rasakan dengan baik.
Prevalensi dari gangguan kepribadian narsisitik berkisar antara 2 hingga 16% pada populasi klinis dan kurang dari 1% pada populasi umumnya. Prevalensi mengalami peningkatan pada populasi dengan orangtua yang selalu menanamkan ide-ide kepada anaknya bahwa mereka cantik, berbakat, dan spesial secara berlebihan.
Gangguan kepribadian narsistik merupakan gangguan yang kronis dan sulit untuk mendapatkan perawatan. Mereka biasanya tidak dapat menerima kenyataan bahwa usia mereka sudah lanjut, mereka tetap mengahargai kecantikan, kekuatan, dan usia muda secara tidak wajar. Oleh karena itu, mereka lebih sulit untuk melewati krisis pada usia senja ketimbang individu lain pada umumnya.

PENANGANAN
Sedikitnya ada dua fakta yang bisa menjelaskan kesombongan di dalam diri manusia. Yang pertama, semua orang tidak suka melihat kesombongan di dalam diri orang lain. Kedua, tidak ada orang yang bisa menerima dengan ikhlas apabila kesombongannya dikoreksi orang lain. Adapun proses atau solusi yang dapat kita lakukan:
  1. Selalu menciptakan perbandingan positif. Artinya,kita melihat orang lain sebagai makhluk yang piunya kelebihan dan mempunyai sesuatu materi yang bisa kita bagikan untuk memperbaiki diri, siapapun orang itu.
  2. Koreksi langsung. Terkadang kita memunculkan ucapan, perilaku dan sifat-sifat yang mengandung kesombongan dan itu baru kita sadari setelah kita renungkan.
  3. Menumbuhkan dorongan untuk melaklukan learning (pembelajaran hidup).
  4. Belajar hidup sederhana. Sederhana disini bukan berati miskin atau berpura-pura miskin. Sederhana adalah moderasi yang proporsional. Sederhannya orang kaya adalah menghindari kefoya-foyaan atau berlebih-lebihan untuk hal-hal yang manfaatnya kecil, sedangkan sederhannya orang yang belum atau tidak kaya adalah menghindari munculnya nafsu untuk mendapatkan kekayaan dengan cara yang menyengsarakan diri. Hal ini agar kita tidak masuk kedalam perangkap hedonisme.
  5. Belajar memilih ungkapan, penyingkapan dan keputusan yang bersumber dari kerendahan hati (humble). Misalnya: melihat cara orang lain, membaca buku, mengoreksi diri kita dimasa lalu dan lain. Karena hukum paradoks yang bekerja didunia ini menggariskan bahwa ketika kita humble,justru feed back yang muncul adalah sebaliknya, begitu juga tinggi hati (arogant), feed back yang muncul sebaliknya lagi.

TERAPI
a. Terapi menurut Pendekatan Millon
Ada sebuah informasi yang berdasar kepada penelitian kecil dalam merawat kelainan kepribadian sebagaimana adanya informasi dalam bagaimana mereka berkembang. Ada, meskipun, sebuah kesusastraan kasus klinis yang hidup dan berkembang dalam terapi-terapi untuk banyak kelainan-kelainan kepribadian. Walaupun garis besar ide-ide berikut ini adalah untuk bagian besar berdasarkan pada pengalaman-pengalaman klinis dari beberapa professional kesehatan mental, dan tidak pada studi-studi tentang yang berisikan pengawasan-pengawasan yang cocok, petunjuk pengobatan ini adalah semua yang tersedia dalam memperlakukan kelainan kepribadian. Sebuah perasaan terhadap apa yang terkandung dalam literatur dapat dipahami dari beberapa ide yang seterusnya ditanamkan oleh Millon (1981) dalam bukunya yang terkenal secara luas tentang kelainan-kelainan kepribadian (Millon sebelumnya adalah bagian dari tim DSM-III yang bekerja tentang kelainan-kelainan kepribadian). Dia menganjurkan bahwa:1. Terapi dengan kepribadian-kepribadian yang tidak mandiri terfasilitasi oleh fakta bahwa orang-orang ini mencari orang lain yang lebih kuat ada siapa mereka bergantung. Oleh karena itu mereka rela dan mau menerima pasien-pasien. Bagaimanapun, ciri seperti ini dapat membuat mereka terlalu terlalu bergantung pada ahli terapi dan tidak suka membuat keputusan-keputusan mereka sendiri dan mengambil tanggung jawab atas diri mereka sendiri. Millon menyarankan bahwa pendeketan-pendekatan yang bersifat tidak langsung bekerja lebih baik daripada yang bersifat perilaku karena mereka membantu perkembangan yang mandiri.2. Kepribadian narsistik tidak tetap dalam terapi untuk waktu yang lama, terlebih ketika sumber-sumber kegelisahan diperiksa (sebagian besar ahli terapi, tanpa menghiraukan orientasi teoritis, akan bersedia). Millon mengusulkan terapi kognitif untuk membantu kepribadian narsistik belajar untuk berpikir ketimbang untuk bertindak sesuai dorongan hati.Bagaimanapun juga, ini penting untuk diperhatikan bahwa, seperti orang lain yang menulis tentang tentang itu dan bekerja dengan kelainan-kelainan kepribadian, Millon sangat berhati-hati tentang berharap terlalu besar dari terapi ketika jarak dari masalah-masalah sangat lebar dan mencakup semua.
b. Teknik Penanganan Terapeutik
Teknik-teknik pengobatan harus sering dimodifikasi. Contohnya, mengenali bahwa psikoterapi individu tradisional cenderung untuk mendorong ketergantungan pada orang yang telah terlalu dependen, ini sering bermanfaat untuk mengembangkan strategi perawatan secara khusus bertujuan pada perubahan ciri-cirinya. Para pasien dari Kelompok C yang gelisah/ketakutan, mungkin akan menjadi hipersensitif terhadap berbagai kritikan yang mungkin mereka rasakan dari ahli terapi, jadi para ahli terapi harus sangat berhati-hati dalam memastikan itu tidak terjadi. Bagi orang dengan beberapa kelainan kepribadian, terapi mungkin akan lebih efektif dalam situasi dimana perilaku tindakan dapat dipaksakan. Contohnya, banyak pasien dengan kelainan kepribadian di garis batas dirawat inap di rumah sakit beberapa saat, untuk alasan keamanan, karena perilaku hampir bunuh diri mereka yang sering. Bagaimanapun, sebagian program berobat ke rumah sakit terus meningkat dalam penggunaan sebagai sebuah perawatan alternatif menengah dan tidak mahal bagi pasien (Azim, 2001). Dalam program-program ini, pasien tinggal di rumah dan menerima paket perawatan dan rehabilitasi yang lebih luas hanya saat hari-hari kerja. Teknik pengobatan yang spesifik adalah bagian pusat dari pendekatan teori yang relatif baru pada kelainan kepribadian yang mengasumsikan bahwa perasaan dan perilaku dysfunctional yang diasosiasikan dengan kelainan kepribadian adalah hasil yang lebih luas dari skema-skema yang cenderung memproduksi keputusan yang menyimpang secara konsisten, sebagaimana kecenderungan untuk membuat teori yang salah (Beck, Freeman, & Associates, 1990; Beck et al., 2003; Cottraux & Blackburn, 2001). Mengubah skema-skema dysfunctionalyang mendasar ini sulit tetapi berada di inti dari terapi kognitif untuk kelainan kepribadian, yang menggunakan teknik-teknik kognitif standar dari memantau pikiran-pikiran otomatis, menantang logika yang cacat, dan menugaskan tugas yang berhubungan dengan perilaku dalam sebuah usaha untuk menantang kepercayaan pasien.
c. Terapi Perilaku-Kognitif (Cognitive Behavioral Therapy)
Treatment research sangat terbatas, baik dalam hal jumlah studi maupun laporan tentang kesuksesannya (Groopman dan Cooper, 2001). Bila terapi dicobakan pada individu-individu ini, terapi itu sering kali difokuskan pada grandiositas, hipersensivitas terhadap evaluasi orang lain, dan kekurangan empati terhadap orang lain (Beck dan Freeman, 1990). Terapi kognitif diarahkan pada usaha mengganti fantasi mereka dengan focus pada pengalaman sehari-hari yang menyenangkan, yang memang benar-benar dapat dicapai. Strategi coping seperti latihan relaksasi digunakan untuk membantu mereka mengahadapi dan menerima kritik. Membantu mereka untuk memfokuskan perasaannya terhadap orang lain juga menjadi tujuannya. Karena penderita gangguan ini rentan mengalami episode-episode depresif, terutama pada usia pertengahan, penanganan sering dimulai untuk mengatasi depresinya. Tetapi, mustahil untuk menarik kesimpulan tentang dampak penanganan semacam itu pada gangguan kepribadian narsistik yang sesungguhnya.
d. Terapi Kelompok (Group Therapy)
Ahli terapi perilaku, dalam menjaga perhatian mereka pada situasi-situasi daripada ciri-ciri, tidak mempunyai perawatan khusus sebagaimana untuk kelainan-kelainan kepribadian lainnya yang yang ditunjukkan oleh DSM-III. Akan lebih baik mereka menganalisa masalah-masalah yang mana, diambil bersama mungkin dipertimbangkan oleh para pengikut dari DSM-III untuk menggambarkan sebuah kelainan kepribadian. Pelatihan keterampilan-keterampilan sosial di dalam sebuah kelompok dukungan bisa jadi dipertimbangkan sebuah jalan untuk mendorong kepribadian yang menghindar menjadi lebih berani dalam memulai hubungan atau koneksi dengan orang lain. Teknik ini, boleh jadi dikombinasikan dengan terapi rasional-emotif, mungkin membantu mereka untuk tidak menganggap becana besar ketika usaha-usaha mereka untuk keluar tidak berhasil, sebagaimana ini dibatasi untuk terjadi (Turkat dan Maisto, 1985). Satu aspek dari kelainan kepribadian memerintahkan perhatian dari ahli terapi yang berketerampilan manapun. sebagaimana dari penolong professional lainnya, yaitu, yang dinyatakan melekat secara mendalam, berdiri lama, dan dapat menembus sifat dasar dari masalah. Ahli terapi manapun yang bekerjasama dengannya harus betul-betul mempertimbangkan implikasi-implikasi yang luas dari masalahnya. Sebelum seorang yang mempunyai kecurigaan yang tinggi dapat mengekspresikan emosinya secara terbuka dan sewajarnya.

DAFTAR PUSTAKA
Fausiah, F &  Widury, J. 2005. Psikologi Abnormal Klinis Dewasa. Jakarta : Universitas Indonesia.
Riyanti, B.P.D., Prabowo, H. 1998. Psikologi Umum 2. Jakarta : Universitas Gunadarma.
Nevid, J.S., Rathus, S.A., & Greene, B. 2003. Psikologi Abnormal jilid 1. Jakarta : Erlangga.